Dalam Tidurku


Suara ledakan itu lagi. Tak lama bersilang gelas pun pecah seketika. Kulihat tetesan darah membasahi pecahan gelas tadi. “Ayahku”. Ya!! Kuihat ayahku tergeletak dengan mata terbelalak dan tak sempat berkata lagi. Di depan pintuku. Tak salah lagi. Sudah kutebak. Lelaki gagah dengan otot besar menempel di kedua lengannya.
            “Mau apa lagi kau kemari?? Tak kusangka anak ayah telah lancang menembak dada kiri ayahnya sendiri.” caci aku pada kakakku. “hahaha ... Sudahlah anak tak tahu diri. Aku hanya minta sedikit harta ayahmu, tapi aku tak diberinya sepeserpun dari ayahmu.” Jawab kakakku.
            Akupun tak bisa berkelak. Sejak ia menolak permintaan ayah untuk menjadi militer negara, ayah menjadi sangat geram dan benci padanya. Karena itu ia memutuskan untuk memakai obat-obatan terlarang. Obat tersebut dapat membuatnya lebih baik dan senang. Ayah sudah peringati Marlin sebeumnya, tapi ia memang tak bisa dilarang lagi. Akupun juga tak sanggup untuk menentang keinginannya. Namun itulah sifat kakakku. Akhirnya ia pun memutuskan untuk pergi dan tinggal sendiri jauh dari desa dimana aku dan ayah tinggal. Aku dan ayah pun sudah lama tak mendengar kabar darinya.
            Ayahku telah dimakamkan dekat gereja tua yang sering aku dan ayahku kunjungi setiap sore menjelang. Karangan bunga telah dipasang dekat rumahku. Sekarang aku hanya bisa menunggu hari natal yang tak ada artinya lagi. Tanpa ayah, tanpa ibu dan tanpa adiku.
            Setelah kejadian itu Marlin menghilang entah kemana. Aku tahu alasan ia menghilang, mungkin karena ia menghidar dari kejaran polisi karena kasus pembunuhan dan pemakaian narkoba yang ia perbuat. Sebenarnya aku sangat sangat membencinya, namun saat polisi bertanya padaku mengenai kejadian pembunuhan dan kaitannya dengan Marlin, aku tak kuat hati untuk mengatakan bahwa pelakunya adalah kakakku sendiri. Oleh karena itu aku berpura-pura tidak tahu soal pelaku pembunuh ayahku. Dan aku juga meminta polisi untuk menutup kasus ini dengan alasan kekeluargaan. 
            Aku meneyesal telah menyia-nyiakan waktu dimana keluargaku masih utuh tiga tahun yang lalu. Aku juga menyesal karena tidak pernah mengerti perasaan Marlin. Kala itu Marlin hanya ingin sekolah dan melanjutkan cita-citanya sebagai penulis, namun ayah melarang karena desakan perang dan penjajah. Ayah hanya tidak ingin Marlin celaka, oleh karena itu ayah menyuruh Marlin untuk menjadi militer. Namun Marlin tidak menyadari niat baik ayah. Ditambah lagi dengan masalah ibu yang berusaha untuk meninggalkan ayah. Ibu tergiur dengan rayuan seorang lelaki pemimpin yang menjajah negara kami. Lelaki itu berjanji untuk tidak mengganggu keluargaku jika ibu bersedia menikah dengannya. Saat ayah mengetahui niat ibu, ayah mendatangi lelaki itu dan menantangnya agar tidak mendekati keluargaku lagi. Rasa dendam pun berkecambuk di hati lelaki itu, dan itu juga yang menjadi alasan mengapa penjajah itu menangkap ibu dan adikku.
            Jika mengingat kembali mengenai perang dan penjajah aku teringat kembali cerita kelam masa lalu tentang ibu dan adikku. Dua tahun lalu ibu dan adikku meninggal. Saat itu aku berada di gereja dengan ayahku. Kala itu kami sedang berdoa untuk keselamatan negara kami agar terhindar dari serangan penjajah lagi. Namun tiba-tiba penjajah laknat itu datang kembali dan menangkap ibu dan adikku. Mereka membawa lari ibu dan adikku lalu menembak mati mereka tepat di pusat negara. Marlin tak bisa selamatkan ibu dan adikku padahal saat itu Marlin berada tepat di samping ibuku. Namun waktu itu masih memaklumi keadaannya, karena saat itu Marlin dalam keadaan sakit dan terbaring. Itu juga alasan penjajah tak ikut menangkapnya.  
...................................
Tiga bulan sudah semenjak kematian ayahku. Aku masih saja duduk memandangi langit. Duduk diam tanpa berbuat apapun.
            Malam ini adalah malam natal. Hanya susu segar dari peternakan yang kusediakan untuk menyambut natal. Pohon natal tahun lalupun masih kupakai. Beberapa jam sebelum natal, tepatnya pukul 4 sore aku pergi ke gereja tua itu. Disana aku hanya memohon kepada Tuhan agar ia kembalikan keluargaku seperti dulu.  Aku mulai menangis. Terasa berat natal tahun ini. Marlinpun tak bersama ku lagi.
            Aku terlarut dalam suasana sunyi gereja. Namun tiba-tiba lonceng gereja berbunyi. Aku terkejut. Jelas sekali aku merasa demikian, karena ini adalah gereja tua dan tak mungkin lonceng masih bisa berbunyi lagi. Aku mulai merasa takut.
            Saat ku mulai buka perlahan mataku,, cahaya hangat membawaku dalam ayunan indah. Itu yang  membuatku mulai tertidur. Suara ayah dan ibu juga sangat jelas di telingaku, bahkan sangat keras sampai-sampai hampir membakar telingaku. Aku mulai terganngu dengan keadaan ini.   
            Sulit untukku terbangun. Namun benda kecil telah berdering dan memaksaku untuk membuka kedua mata mungilku. Akupun bergegas bangun dari singgasanaku. Badanku terasa pegal. Sepertinya aku mengalami benturan keras semalam. Namun aku tak bisa mengingat kejadian di gereja tadi.Yang terlintas di pikiranku hanya suara ledakan yang mengerikan.  Akupun sadar bahwa aku telah melewatkan malam natalku.
            Kulihat sekelilingku. Bagiku tempat ini sudah tak asing. Tirai kelabu dengan pita merah di sekelilingnya. Benar saja. Ini adalah rumahku. Namun aku tak tahu siapa yang membawaku ke sini.
            Aku berusaha untuk ingat pada kejadian tadi. Tapi aku tak bisa. Saat ku keluar dari rumahku, ternyata ibu, ayah, adik, dan kakakku sedang meratapi batu nisan di depannya. Lalu kulihat. Tak kusangka, ternyata itu adalah batu nisanku. Ternyata selama ini aku bermimpi dalam tidur panjangku. Tidur yang tenang disisi Tuhan dan tak bisa kembali lagi bersama mereka.
            Aku mulai menangis. Tak bisa percaya dengan kenyatan. Aku lari menuju gereja tua itu lagi. Aku terkejut dengan keadaan gereja tersebut. Hanya tersisa puing-puing akibat perang semalam. Menyesal sudah dalam hatiku.
            Berusaha mengubur kenangan keluargaku. Tertidur lagi dengan rasa pedih dan perih. Aku mulai memejamkan mataku lagi. Namun tak bisa, tangan lembut mulai membasuh mmukaku yang lusuh. Aku mulai sadar, itu adalah ibuku. Aku mulai bingung.
Tiba-tiba ......
            hei, hentikan tidurmu.” teriak seorang wanita di belakangku. 
Ternyata itu suara ibuku. Akhirnya ceritku tak berlanjut. Ibu dan ayah bercerita bahwa aku telah terdidur dalam koma yang cukup panjang.
“ada apa denganku bu?” tanya ku dengan rasa penasaran.  “kau tertidur dalam koma. Bulan lalu kau terjatuh saat menuju gereja. Ibu dan ayah sangat khawatir dengan keadaanmu saat itu. Tapi untunglah Marlin segera membawamu ke rumah sakit.” Jelas ibuku.
Aku pun tertawa kecil dan mulai menangis. Aku peluk erat ayah, ibu,adik, dan Marlin. Aku sadar bahwa semua itu hanya ada Dalam Tidurku.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar